dimanche 19 août 2007

Sometimes all you need to do is just following your heart...

Bila cinta memanggilmu
Kau ikuti kemana ia pergi
Walau jalan terjal berliku
Walau perih selalu menunggu...
Jika cinta memelukmu maka dekaplah ia
walau pedang di sela-sela sayapnya melukaimu


Kudengar Gibran menyanyikannya di sela sela rantai jangkar yang mulai berkarat, tertambat pada sebuah pasak kayu di sebelah kiriku. Aku merasa duduk sendirian diantara dua pasak kayu di dermaga ini, meskipun sesesok yang serupa pasak kayu di sebelah kananku terus mengajak berbicara. kaki-kaki kami terjuntai mencelup hangatnya laut toska yang berkilauan diterpa cakram cahaya yang mulai rebah ke ufuk barat. sesekali jari-jari kaki kananku bersentuhan dengan jari-jari kaki kirinya, sesekali pula hatiku bersentuhan dengan hatinya.
Angin asin membawa wangi garam yang mengetuk-ngetuk di depan pintu hidung kami. "Andai selamanya bisa begini..." gumamku perlahan sambil memainkan jemari pasak kayu di sebelah kananku sebelum akhirnya perlahan dan enggan ia menarik jari-jarinya dan berkata, "Aku tak ingin selamanya begini...aku tak bisa terpaku hanya pada suatu keadaan atau suatu waktu". Angin asin memainkan rambutku hingga berkibar-kibar bagai bendera yang tertancap di puncak kapal yang melintasi kami, aku meliriknya dan diam-diam merasa menyesal melihat potongan rambutnya yang begitu pendek dan kaku oleh gel rambut. Aku ingin beroleh kesempatan merapikan rambutnya dengan lembut, seolah dengan begitu telah menunjukkan seluruh perhatian dan sayangku padanya.

"Lalu apa yang kau mau?" ujarku singkat sambil melemparkan sebutir serpih cadas kecil sekuat-kuatnya ke tengah lautan. batu itu seperti melompat ringan dua kali diatas bantalan air sebelum akhirnya terbenam untuk selamanya ke dalam misteri samudra. Ia mengangkat bahu tepat disaat batu itu terbenam untuk selamanya. Lalu kukatakan padanya mengapa aku begitu mencintai laut dan dia bertanya mengapa? Sebab laut selalu mengingatkan diriku padamu, sayang...begitu jawabku sambil berdiri dan meregangkan seluruh otot-ototku yang lelah terlalu lama duduk dan menanti. Ia menarikku duduk kembali, mengapa kau samakan aku dengan laut hai gadis?

Ah, tidakkah kau lihat pantulan wajahmu sendiri dalam bening laut toska yang berkilauan diterpa cakram cahaya yang mulai rebah ke ufuk barat? Kau adalah lautku, sayang...tempat segala rahasia dan pikirku bermuara*. Lihat, lihatlah lagi lebih jauh ke dalam laut dibawah kaki kita, cinta...tataplah tatapanmu sendiri. Tidakkah kau sadari adanya samudra yang maha luas dan maha tak terduga tersimpan di sorotnya? kadang kau begitu teduh dan menyejukkan memberi asa kehidupan, namun kadang mematikan kala badai datang menggulung semua kebaikan. Sedikit guncangan di dasar hatimu akan membangkitkan tsunami yang tiba-tiba dan penuh murka, menyeret semua yang ada di hadapanmu, semua yang kau kasihi, tanpa ampun meski akhirnya menyesal. habis tanpa sisa, tanpa asa...dalam lautmu telah kutenggelamkan segala cinta yang kupunya dalam sebuah peti kemas serupa kotak harta karun yang amat berharga. kelak buktikanlah kalau perasaanku tak terbuat dari besi yang mudah lantak oleh karat. semakin lama, tak akan kau temukan sedikitpun korosi padanya...bahkan akan kau saksikan bagaimana ia semakin berkilau dan berpijar terang, hingga pada suatu ketika orang-orang di penjuru dunia akan berkata kiamat telah tiba, sebab matahari bagaikan terbit selamanya dari dasar lautmu.

Ia cuma tersenyum mendengar pembelaanku yang berpijar terang..."Kamu bicara apa sih? Aku sudah punya kekasih", katanya sambil menarikku duduk kembali di sampingnya. Menggenggam tanganku lembut dan menerawang..."Maaf, tapi seharusnya kau sudah tahu..." Aku terdiam dan membenamkan wajahku dalam telapak-telapak tanganku yang guratannya telah menyiratkan nasib buruk ini. matahari telah lelah dan kini sepenuhnya rebah di peraduannya. dermaga itu kini gelap, cuma beberapa lampu masih berkejap-kejap sia-sia mengusir senyap. kami masih duduk bersebelahan tunduk tanpa banyak cakap dan tetap saling bersedekap.

*inspired by Bob Tia's poem
-this fiction was dedicated to the madness of sunset on Bakauheni,020607-

Aucun commentaire: